Unknown
Individualisme Dan Utopia “Tanggapan Atas Polemik Liddle, Mubyarto, Dan Budiawan”. Kata individualisme sering kita dengar bukan, individualisme itu sendiri merupakan satu paham yang paling sering dibahas sebagai karikatur dalam banyak perdebatan dikalangan intelektual kita. Kata individualisme mengandung arti ???? dan ketika kita berbicara tentang paham ini, biasanya kita langsung berpikir tentang egoisme, keserakahan, kompetisiyang amburadul dan lain sebagainya.

Ada beberapa polemik menarik menyangkut Individualisme seperti yang dikatakan Liddle “saya harap dapat menjernihkan terhadap salah satu ide terpenting dalam kehidupan sejarah politik modern”. Dalam tulisan singkat ini saya ingin menguraikan salah satu aspek penolakan beberapa filsup terhadap paham ini, tujuan saya bukanlah menyalahkan salah satu pihak, tetapi menjelaskan perbedaan fundamental antara keduanya. Sedangkan Budiawan bertolak-belakang dengan pendapat Liddle, misalnya harus menekankan kecurigaannya terhadap anjuran Liddle dengan alasan bahwa klaim individualisme yang universalistik mungkin saja mengandung “nafsu-nafsu imperialistik”. Budiawan khawatir terhadap penyebaran individualisme, tersembunyi kepentingan kekuasaan barat untuk menaklukan timur. Dan yag cukup ironiis adalah dalam memperlihatkan kelemahan individualisme, Budiawan tidak menggunakan serat centini. Utopia: Dari Plato Ke Marx Dasar dari argumen Mubyarto, dalam menolak paham individualisme, bersumber pada sebuah cita-cita masyarakat yag harmonis. Sedangkan Plato sendiri menyimpulkan bahwa cita-cita bisa dicapai jika masyarakat dipimpin oleh tipe manusia Philosopher-king (kira-kira jenis pemimpin seperti Lee Kuan Yeuw pada saat sekarang; pemimpin yang bersih dan berpikiran jernih 2.000 tahun setelah Plato). Dalam bukku yang berjudul, The Philosphy of Right, Hegel membagi kehidupan sosial menjadi 3 kelompok: 1. Kehidupan dan keluarga, disini manusia sejak kecil belajar teoritis, tanggung jawab dan cinta. 2. Kehidupan dalam masyarakat sipil, yaitu kompetisi dan pengejaran kepentingan diri yang tidak terkendali. 3. Kaum birokrat, kaum in oleh Hegel disebut sebagai “kelas universal”. Adapun masyarakat sipil menurut Hegel adalah satuan-satuan tanpa bentuk yang terlalu didasarkan pada pengejaran kepentingan ekonomi. Dari tingkat kehidupan yang pertama yang luhur dan yang penuh cinta, setelah dewasa manusia terpaksa harus terjun kedunia persaingan yang keras. Untuk mengimbangi dan mengatur masyarakat sipil diperlukan adanya negara atau pemerintahan yang kuat dan korporitas. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Hegel memberi inspirasi kepada kedua kelompok pemikir, yaitu kaum Hegelian kanan dan kiri. Kaum Hegelian kanan menggunakan ide negara korporatis Hegel untuk membela sebuah argumen bahwa individu dan negara pada dasarnya satu dan sebangun, kita tidak perlu melihat keduanya dalam hubungan yang konfliktual. Yang diperlukan oleh individu, bukanlah jaminan hak-hak perorangan tapi pelaksana kewajiban kepada negara, pengambdian dan disiplin (hal seperti inilah yang dikatakan oleh Prof. Supomo dalam perdebatan penyusunan UUD 1945 kita dulu). Sedangkan kaum Hegelian kiri, contoh terbaik adalah Karl Marx, walaupun teori ini ditujukan untuk memutarbalikan pendapat Hegel. Dalam buku Marx yang berjudul The Germany Ideology, apa yang dikatakan oleh manusia dala harmoni total adalah “berburu di pagi hari, memancing ikan di siang hari, berternak di sore hari dan berdiskusi setelah makan malam”, tanpa harus menjadi pemburu, pemancing, peternak, dan kritikus. Individualisme Yang membedakan Mubyarto dengan para pemikir filsup tradisi individualisme lainnya, seperti Jhon Locke, David Hume, Adam Smith dan lainnya menolak cita-cita masyarakat penuh keselaran dan berkesinambungan. Bagi mereka impian-impian harmoni itu adalah mimpi yang terlalu indah, yang jika dipaksakan untuk diwujudkan akan sangat berbahaya bagi manusia umumnya. Sederhananya argumen tersebut dibagi kedalam dua segi: segi pertama, bertumpu pada penerimaan terhadap ketidaksempurnaan maasyarakat. Bagi paham individualisme mayarakat adalah kumpulan banyak kepentingan yang berbeda dan sering bertentangan. Segi kedua, bagi paham ini sangat sedikit manusia yang mampu menjadi hero, yang akan bertindak tidak pernah memikirkan kepentingan sendiri. Dengan demikian paham ini memerima keterbatasan manusia bukan mendorong meluasnya egoisme dan kompetisi yang keras- yang mereka lakukan adalah mencoba menerima kenyataan apa adanya tentang sifat-sifat manusia. Dari dua segi argumen inilah para filsup dari tradisi individualisme membangun argumen dan konsep-konsep tentang perlunya demokrasi, penegakan kekuasaan hukum, dan pemerintahan yang terbatas. Oleh: Mallarangeng, Rizal, Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia, Masyarakat, dan Kekuasaan ,Gramedia, Freedom Institute, 2008.
Labels: edit post
0 Responses

Post a Comment